Kamis, 18 Juli 2013

hukum gambar bernyawa ( lukisan,foto,video,dsb)

Adapun yang dimaksud dengan bernyawa, adalah yang memiliki ruh, seperti: manusia atau hewan; bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak memiliki ruh.
1. Lukisan Bernyawa
Seperti menggambar sketsa wajah, menggambar karakter kartun, dan semisalnya; yang hasil dari gambar tersebut MENYERUPAI CIPTAAN ALLAH. Maka hal ini adalah TERLARANG.
Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.”
(HR. Tirmizi, dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)
Adapun tentang pelukis, Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Siapa yang membuat sebuah gambar/lukisan (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya.”
(HR. Bukhariy dan Muslim)
Beliau juga bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.”
(HR. Bukhariy dan Muslim)
Terlarang pula menyimpan gambar-gambar seperti ini dirumah
Sebagaimana disebutkan dalam hadits muttafaqun ‘alaih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar (makhluk hidup) di dalamnya”
(HR. Bukhariy dan Muslim)
Bagaimana jika kita sudah terlanjur memilikinya?
Ada tiga pilihan:
1. dihilangkan kepalanya/wajahnya
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.”
(HR. Al-Baihaqiy; dishahiihkan syaikh al Albaaniy)
2. atau dihinakan
‘Aisyah pernah memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya.
Dia berkata,
“Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
disebutkan pula,
“dan sungguh aku telah melihat beliau bertelekan (duduk) di atas salah satu bantal itu yang ada gambarnya.”
(HR. Bukhori Muslim)
3. atau dihapus
“… tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus.”
(HR Ahmad, shahiih)
2. Tentang penggunaan hasil lukisan (seperti kartun, animasi, dsb)
Para ulamaa’ berselisih pendapat tentangnya. Namun yang tepat adalahTERLARANG
Syaikh Shalih al-Fawzaan pernah ditanya:
ما حكم تربية الأطفال بأفلام الكرتون الهادفة التي فيها فائدة ,وتربيتهم على الأخلاق الحميدة
Apa hukum mendidik anak-anak dengan FILM KARTUN yang di sana terdapat faidah serta mengajarkan akhlak yang terpuji?
الله حرم الصور, وحرم اقتنائها فكيف نربي عليها أولادنا ؟! كيف نربيهم على شيء حرام ؟!على صور محرمة وتماثيل متحركة ناطقة أشبه ما تكون بالإنسان . هذا تصوير شديد , ولا يجوز تربية الأطفال عليه .
Alloh telah mengharamkan gambar-gambar (makhluk bernyawa, pent) dan diharamkan menyimpannya, lalu bagimana kita gunakan itu untuk mendidik anak-anak kita?! Bagaimana kita mendidik mereka dengan sesuatu yang haram?! Dengan gambar-gambar yang diharamkan dan gambar animasi yang berbicara menyerupai manusia, gambar-gambar ini parah, dan tidak boleh mendidik anak-anak dengannya.
وهذا ما يريده الكفار, يريدون أن نُخالف ما نهى عنه الرسول صلى الله عليه وسلم فالرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن الصور وعن استعمالها واقتنائها
Ini adalah yang diinginkan oleh orang-orang kafir, mereka menginginkan agar kita menyelisihi apa-apa yang dilarang oleh Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, karena sesungguhnya Rosul shollallohu alaihi wa sallammelarang gambar-gambar serta menggunakannya dan menyimpannya.
وهؤلاء يروجونها بين الشباب وبين المسلمين بحجة التربية, هذه تربية فاسدة, والتربية الصحيحة أن تعلمهم ما ينفعهم في دينهم ودنياهم}.
Mereka memprogandakannya di antara anak-anak muda dan kaum muslimin dengan alasan untuk mendidik. Ini adalah pendidikan yang rusak. Dan mendidik yang benar adalah dengan mengajarkan apa-apa yang bermanfaat bagi mereka dalam agama dan dunianya.
(Sumber: Taujihaat Muhimmah Li Syababil Ummah oleh al-Allamah asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan hal. 51-52.; Diterjemahkan:salafyunpad, dari:http://www.sahab.net/forums/showthread.php?p=663937)
Lihatlah diatas ditanyakan bagaimanakah penggunaan kartun/animasi dalam hal pendidikan (yg ini positif); maka ini tetap mendapatkan teguran keras dari Syaikh! Maka bagaimana lagi jika penggunaan kartun/animasi tersebut pada hal-hal yang tidak ada faidahnya! Tentulah lebih keras lagi !!
Meskipun ada sebagian ulamaa’ membolehkan menonton kartun/animasi, tapi mereka TETAP MEMBERIKAN PERSYARATAN akan hal tersebut, Seperti:
- Kartun/animasi yang dihasilkan tersebut TIDAK MENYALAHI SYARI’AT
Bukankah kebanyakan kartun/animasi sekarang ini MEMPERLIHATKAN AURAT? atau ceritanya mengandung unsur-unsur KEKUFURAN/KESYIRIKAN secara halus atau bahkan secara terang-terangan!? atau didalamnya terdapat MUSIK dan LAGU yang DIHARAMKAN? Berapa banyakkah film/kartun yang selamat dari persyaratan ini?!
- Kartun/animasi yang dihasilkan diharapkan padanya maslahahat yang jelas/kuat
Berapa banyak film kartun yang sama sekali TIDAK ADA FAIDAHnya?!
3. Tentang Foto/video, apakah memotret/merekam video termasuk kategori melukis?
Para ulamaa’ berselisih pendapat tentang hal ini, dan yang benar; bahwa hal tersebut BUKAN TERMASUK MELUKIS.
Berkata Syaikh Utsaimin:
Adapun fotografi instan (polaroid), yang tidak membutuhkan waktu yang lama, maka yang demikian itu pada hakekatnya tidak digolongkan kedalam jenis lukisan. Jelas?
Bukan lukisan, tapi itu adalah pengambilan gambar yang ada di depannya dengan cara menekan tombol. Tapi apakah kamera tersebut melukis wajah ?
Jawabnya… tidak! Demikian juga mata, tidak juga. Maka hasilnya seperti aslinya yang Allah ciptakan.
Kemudian saya umpamakan kalau saya menulis di kertas lalu difotokopi, apakah hasil fotokopi ini bisa dikatakan tulisan mesin fotokopi atau tulisan saya ? Jawablah wahai pemuda soal ini.
Saya menulis “segala puji bagi Allah, shalawat serta salam atas nabi. ..” kemudian saya fotokopi, maka keluarlah hasil fotokopi tersebut. Apakah huruf yang keluar dari alat tersebut tulisan alat atau tulisan saya? Tulisan saya!
Inipun sama saja. Sebab itu sebuah kamera bisa memfoto walaupun tukang fotonya buta. Tinggal dihadapkan kepada objek, jadilah gambar.
Tapi kita bertanya, untuk apa dia memotretnya? Jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya pun haram. Jika tujuannya untuk yang mubah, maka hukumnya pun mubah, atau dalam perkara yang dibutuhkan itu pun boleh.
[Sumber : VCD Nasehat Syeikh Utsaimin (Rahimahullah) Untuk Para Pemuda Sesi tanya jawab, Track 2 - 05 : 50 sampai 08 : 50 Penerbit : Pustaka 'Abdullah Bahasa : Arab, Text : Indonesia; sumber]
4. Peringatan terhadap mereka yang memotret dengan maksud yang tidak dibenarkan syari’at, atau menghasilkan foto yang menyalahi syari’at!
Seperti para wanita, yang berfoto-foto dihadapan kamera; bergaya-gaya, kemudian memosting fotonya tersebut!
Sebagaimana kata syekh ‘utsaimiin diatas:
“Jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya pun haram. Jika tujuannya untuk yang mubah, maka hukumnya pun mubah, atau dalam perkara yang dibutuhkan itu pun boleh.”
Maka memotret perempuan yang tidak menutup aurat, tetap terlarang (meskipun mengikuti ulama yang membolehkan foto) dan TIDAK ADA ALASAN BAGI MEREKA untuk membenarkan perbuatan mereka tersebut! Kepada Allah kita memohon taufiq!
Jika memotret perempuan (yang mengumbar aurat) terlarang, maka demikian pula hasilnya… hendaknya dihapus… Termasuk pula, gambar-gambar yang MENGUNDANG FITNAH (meski menutup aurat), yang bergaya-gaya didepan kamera… maka ini pun termasuk sesuatu yang terlarang!
Allah berfirman:
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
Maka janganlah kamu melembutkan pembicaraan sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”
(QS. Al Ahzab: 32)
Kita tahu, ayat ini berkaitan tentang istri-istri nabi, dan kita tahu jika istri-istri nabi berbicara dengan laki-laki, maka ditutupi tabir [al ahzaab: 53]
SUDAH DEMIKIAN, Allah TETAP MELARANG mereka untuk mendayu-dayu suaranya.
Maka bagaimana halnya dengan yang MEMOSTING FOTO yang menimbulkan fitnah ditengah-tengah lelaki?! Maka bertaqwalah kepada Allaah, dan bertaubatlah, sesungguhNya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Simak pula fatwa syaikh ibn baz berikut (http://almanhaj.or.id/content/211/slash/0/hukum-menerbitkan-majalah-ada-gambar-wanita/) yang serupa dengan permasalahan ini.
5. Apakah hasil dari pemotretan/video (yang tidak mengandung hal-hal yang haram) tetap dilarang?
Seperti sudah disebutkan diatas, bahwa mereka yang berpendapat bahwa foto itu adalah melukis; maka jelas melarang hal ini. Mereka yang berpendapat bahwa pemotretan itu bukan melukis; terdapat dua kubu. Kubu yang pertama tetap mengharamkan pemotretan pada hal-hal yang tidak urgent (seperti: pembuatan paspor, ktp, dsb). Akan tetapi sebagian yang lain, tidak sampai mengharamkan, hanya saja tidak dianjurkan. (Yang ketiga) inilah yang benar.
Berkata Syaikh ‘Abdullaah al ‘Ubaylaan:
“…Sebagian lagi berpendapat bahwa hukum foto tidak sama dengan hukum gambar tangan, selama tidak diagungkan. Jika diagungkan, maka haram hukumnya. Mereka berargumentasi bahwa gambar fotografi itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar manusia di dalamnya, namun hanyalah memindahkan obyek suatu benda dan menempatkannya (di tempat lain), yang serupa dengan gambar pada cermin, dimana apabila tampak gambar manusia di dalamnya, tidak ada yang mengatakan bahwa gambar tersebut haram hukumnya. Sebab, tidak ada unsur penciptaan makhluk Alloh di dalamnya. Keserupaan akan terjadi apabila manusia masuk ke dalam penciptaan makhluk Alloh, namun dalam kondisi ini (yaitu fotografi) tidak sama dengan penciptaan makhluk Alloh. Walau demikian, tidak disukai dan dianjurkan bagi seseorang untuk memperbanyak suatu hal yang tidak begitu dibutuhkan olehnya.”
(Diterjemahkan dan ditranskrip secara bebas oleh Abu Salma; dariLiqo`ul Maftuh Syaikh al-‘Ubailân)
Berkata pula Syaikh Abdus Salam Barjas,
“Gambar (memotret -abuzuhriy) foto (makhluk bernyawa -abuzuhriy) adalah suatu permasalahan yang kalian ketahui hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi menurut pendapat ulama yang membolehkan foto, menyimpan foto bukanlah perbuatan yang dianjurkan sehingga selayaknya seorang muslim tidak mencuci cetakkan foto
Memang aku adalah diantara yang membolehkan gambar foto baik karena ada kebutuhan atau pun tanpa ada kebutuhan karena gambar foto itu tidak tercakup dalam dalil-dalil yang melarang membuat gambar. Dalil-dalil yang melarang membuat gambar hanyalah mencakup patung dan lukisan dengan tangan. Terlarangnya membuat patung dan melukis dengan tangan adalah perkara yang disepakati oleh para ulama.
Sedangkan gambar foto itu tidak menyaingi ciptaan Allah karena yang ada di foto itu adalah ciptaan Allah itu sendiri cuman bayang-bayangan ciptaan Allah itu ditahan di lembaran kertas foto. Makna dari ‘menyaingi ciptaan Allah’ adalah meniru bentuk dari rupa makhluk hidup sebagaimana yang Allah ciptakan boleh jadi dengan cara memahat, membuat patung atau pun dengan ketrampilan tangan.
Persyaratan ini tidak terpenuhi pada gambar foto. Meski demikian,meninggalkan, menjauhi perbuatan mengambil gambar foto atau pun menyimpan foto adalah sesuatu yang dianjurkan, akan tetapi menurutku tidak sampai derajat wajib
[Fatwa Syaikh Abdus Salam Barjas pada tanggal 17 Juli 2003 di Provinsi Syariqoh Uni Emirat Arab dalam acara Liqa al Maftuh daurah beliau. Transkip fatwa beliau di atas bisa disimak pada menit 15:55-17:49 dalam rekaman video beliau di atas; dari ustadzaris]
6. Hukum memajang gambar bernyawa
Setelah kita mengetahui hukum dari memotret, hendaknya kita mengetahui pula, hukum MEMAJANG gambar bernyawa. Ketahuilah memajang/MENGGANTUNGKAN foto dirumah adalah hal yang haraam. Sebagaimana sabda Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam:
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian juga dalam hadits jaabir:
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.”
(HR. Tirmizi)
Juga hadits Ibnu Abbaas:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ
“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus.”
(HR Ahmad)
Dan juga hadits ‘Aa-isyah:
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Sesungguhnya ‘Aa-isyah memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. ‘Aa-isyah berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
(HR. Muslim)
Malaikat tidak masuk didalam rumah yang digantung gambar
Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,
صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.”
(Shahiih; HR. An-Nasai)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.”
(Shahiih; HR. An-Nasaiy)
Apakah meng-UPLOAD foto1 di-internet termasuk memajang gambar bernyawa yang dilarang?
Tidak demikian. Karena sebagian besar ulamaa’ yang berpendapat bolehnya memotret TIDAK MEMAHAMI demikian. Yang dimaksudkan dalam hadits adalah gambar yang dipajang di dalam rumah (yaitu digantungkan atau dijadikan hiasan, atau semacamnya). Sedangkan upload foto di Internet, maka ini TIDAK TERMASUK dalam larangan tersebut. Sudah jelas dalam hadits disebutkan فِي الْبَيْتِ (didalam rumah), sedangkan yang ini adalah DIDALAM INTERNET. Dan dikatakan “didalam internet”, maka ia hanya dapat terlihat ketika foto tersebut diakses, jika tidak diakses, maka tidak ada. Juga, keberadaan “pajangan” foto tersebut adalah DI INTERNET, bukan DI RUMAH; tidakkah seseorang bisa membedakannya?! Maka hal ini tidak sesuai dan tidak termasuk dengan larangan hadits, yang mana barangsiapa yang mengqiyaskannya maka telah melakukan qiyas yang keliru. Pemahaman itulah yang dapat kita lihat pada KEBANYAKAN ULAMAA’ yang membolehkan pengambilan foto. Wallaahu a’lam.
Simak fatwa Syaikh Luhaydaan yang serupa akan hal ini disini:http://ustadzaris.com/hukum-foto-di-hp
7. Bagaimana dengan televisi?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya:
“Bagaimanakah hukum Televisi sekarang ini?”
Jawaban:
Televisi sekarang ini tidak diragukan lagi keharamannya. Sesungguhnya televisi merupakan sarana semacam radio dan tape recorder dan ia seperti nikmat-nikmat lain yang Allah karuniakan kepada para hambaNya.
Sebagaimana Allah telah berfirman: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.” Pendengaran adalah nikmat, penglihatan adalah nikmat, demikian juga kedua bibir dan lisan.
Akan tetapi kebanyakan nikmat-nikmat ini berubah menjadi adzab bagi pemiliknya karena mereka tidak mempergunakannya untuk hal-hal yang dicintai Allah. Radio, televisi dan tape recorder saya kategorikan sebagai nikmat, akan tetapi kapankah ia menjadi nikmat? yaitu ketika ia diarahkan untuk hal-hal yang bermanfaat untuk umat. Televisi dewasa ini 99 % di dalamnya menyiarkan kefasikan, pengumbaran hawa nafsu, kemaksiatan, lagu-lagu haram dan seterusnya, dan 1 % lagi disiarkan hal-hal yang terkadang bisa diambil manfaatnya oleh sebagian orang.
Maka faktor yang menentukan adalah hukum umum (faktor mayoritas yang ada dalam siaran televisi tadi), sehingga ketika didapati suatu negeri Islam sejati yang meletakkan manhaj / metode ilmiah yang bermanfaat bagi umat (dalam siaran televisi) maka ketika itu saya tidak hanya mengatakan televisi itu boleh hukumnya, bahkan wajib.
[Disalin almanhaj, dari Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun I/VI/1422H. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.]
Hal ini pula diamini syaikh ibn baz, dalam perkataan beliau:
“…Mengenai televisi, tidak boleh ditaruh di mushalla dan tidak boleh menonton acara-acara yang mempertontonkan acara-acara yang mempertontonkan perempuan telanjang atau perbuatan-perbuatan lain yang tidak senonoh.”
(Dinukil dari Majalah Salafy, Edisi V/Dzulhijjah/1416/1996 Judul asli Fatwa Ulama tentang Hukum Gambar, oleh Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz bin Baz, mufti Saudi Arabia. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits.)
Maka Jika kita MENGKHUSUSKAN penggunaan televisi untuk mempertontonkan acara-acara yang bermanfa’at, maka hukumnya boleh, bahkan dianjurkan, bahkan wajib (lihat bagian akhir fatwa syaikh Al Albaaniy diatas).
Maka menjadi titik keharaman adalah digunakannya tivi pada acara-acara yang mengandung keharaman (ditampilkannya aurat, musik, dll.); sebagaimana radio, komputer, internet, dan selainnya yang hukumnya tergantung pada penggunaannya. Maka hendaknya seseorang MENYARING channel-channel tivinya, yaitu hanya menampilkan channel-channel yang bermanfaat (yang berisikan kajian-kajian islamiy).
[Lihat pula komentar ustadz aris, disini: http://ustadzaris.com/hukum-menonton-televisi-di-zaman-ini]
8. Bagaimana hukum menonton rekaman atau tayangan langsung kajian islam?
Maka ini boleh, sebagaimana hukum video diatas; terlebih lagi dalam hal ini terdapat maslahat yang jelas, sebagaimana akan dijelaskan pada point selanjutnya.
9. Bagaimana hukum wanita yang menonton tayangan kajian islami tersebut ?
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya hal serupa beliau menjawab:
“Adapun pertanyaan mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa.
Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengidzinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang.
Adapun pandangan yang sifatnya umum, tanpa syahwat dan tanpa berlezat-lezat tidak khawatir terjadi fitnah, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau tahu para wanita dibolehkan shalat di masjid dan mereka dibiarkan keluar ke pasar-pasar memenuhi kebutuhan mereka”.
Beliau melanjutkan:
“Ini adalah pengecualian dari firman Allah Ta’ala ”
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya” (QS. An Nuur: 31)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman يغضضن من أبصارهن bukan يغضضن أبصارهن . Dan من di sini menunjukkan mereka diminta menundukkan pandangannya namun tidak semuanya”.
(Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/11044; Dari artikel Hukum Wanita Melihat Ustadz Di Video Dalam Rangka Ta’lim — Muslim.Or.Id)
Berkata Syaikh ‘Abdullaah al Faqih:
“…Adapun wanita memandang lelaki yang bukan mahram tanpa syahwat, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Yang rajih, hukumnya boleh, terlebih jika ada kebutuhan. Termasuk jenis ini (ada kebutuhan), wanita yang ber-istifadah dengan rekaman-rekaman pelajaran dari para masyaikh dalam bentuk video. Walaupun demikian, yang lebih utama adalah tetap menundukkan pandangan ketika sedang mengambil pelajaran dari video tersebut. Mendengarkan suaranya saja sudah cukup, ini dalam rangka menjauh dari hal-hal yang memunculkan syubhat. Wallahu’alam.”
(Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=7997; Dari artikel Hukum Wanita Melihat Ustadz Di Video Dalam Rangka Ta’lim — Muslim.Or.Id)
Wallaahu a’lam, Semoga bermanfaat
Catatan Kaki
  1. Tentunya foto yang dimaksud adalah foto tidak menyalahi syari’at 

Tidak ada komentar: